Framework Kebijakan Perpajakan Adaptif untuk Mendukung Inovasi Fintech, Kripto, dan Bisnis Halal Digital di Indonesia
Deddi Fasmadhy Satiadharmanto
STIE Bisnis Indonesia
Jalan Raya Kebayoran Lama No.46, Sukabumi Sel., Kec. Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat 11560
Email : hanyaujianini@gmail.com
Abstrak
Digitalisasi ekonomi di Indonesia, khususnya di sektor fintech, aset kripto, dan bisnis halal digital, telah mempercepat kontribusi penerimaan pajak nasional dengan penerimaan mencapai lebih dari Rp32 triliun pada tahun 2024. Penelitian ini bertujuan mengembangkan framework kebijakan perpajakan adaptif yang responsif terhadap karakteristik unik inovasi tersebut. Metode penelitian menggabungkan analisis data kuantitatif berupa penerimaan pajak dan tingkat adopsi teknologi perpajakan digital, serta data kualitatif dari studi perilaku wajib pajak dan wawancara dengan pelaku bisnis dan pakar. Temuan menunjukkan bahwa integrasi teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan blockchain dapat meningkatkan kepatuhan dan transparansi perpajakan. Selain itu, diperlukan regulasi yang fleksibel untuk mengakomodasi prinsip syariah dalam bisnis halal digital dan inovasi produk fintech dan kripto. Kesimpulannya, framework kebijakan yang adaptif dan teknologi terpadu mampu mendorong optimalisasi penerimaan negara sekaligus menciptakan keadilan dan inklusivitas dalam sistem perpajakan Indonesia di era digital. Hal ini membuka peluang bagi penguatan tata kelola perpajakan yang modern dan berkelanjutan.
Kata kunci : Bisnis Halal Digital, Framework Kebijakan Perpajakan Adaptif, Kepatuhan Pajak, Regulasi Perpajakan, Inklusivitas Fiskal
Pendahuluan
Transformasi digital telah mengubah lanskap ekonomi Indonesia secara signifikan, sebagaimana ditunjukkan oleh pesatnya pertumbuhan sektor fintech, aset kripto, dan bisnis halal digital dalam beberapa tahun terakhir. Kompleksitas transaksi digital yang dihasilkan oleh perkembangan ini menuntut pembaruan kebijakan dan sistem perpajakan yang lebih adaptif dan responsif. Pemerintah telah merespons dengan menerbitkan regulasi seperti PMK No. 37 Tahun 2025 untuk perdagangan melalui sistem elektronik dan PMK No. 50 Tahun 2025 terkait aset kripto, namun substansi kebijakan tersebut belum sepenuhnya menyesuaikan kebutuhan unik bisnis halal digital berbasis prinsip syariah.
Penelitian terbaru oleh Wijaya (2025) menegaskan bahwa digitalisasi perpajakan memiliki dampak signifikan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Sebuah studi oleh Hasan dan Nugroho (2024) membuktikan bahwa integrasi artificial intelligence ke dalam sistem perpajakan mampu mendorong efisiensi pemungutan pajak digital di berbagai lini layanan. Sementara itu, Sari et al. (2023) menekankan pentingnya literasi digital sebagai faktor pembentuk perilaku kepatuhan pajak, khususnya di kalangan pelaku UMKM digital.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan framework kebijakan perpajakan adaptif yang dapat mengakomodasi dinamika dan inovasi pada sektor fintech, kripto, dan bisnis halal digital di Indonesia. Melalui pendekatan kombinasi analisis kuantitatif—berupa data penerimaan pajak terbaru—dan studi kualitatif perilaku serta tinjauan regulasi, penelitian ini akan mengidentifikasi celah kebijakan dan menawarkan solusi strategis untuk optimalisasi penerimaan pajak serta peningkatan kepatuhan di era ekonomi digital yang semakin kompleks di Indonesia (Wijaya, 2025; Hasan & Nugroho, 2024; Sari et al., 2023).
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-methods) yang menggabungkan teknik kuantitatif dan kualitatif untuk mengembangkan framework kebijakan perpajakan adaptif yang responsif terhadap inovasi fintech, kripto, dan bisnis halal digital di Indonesia. Data kuantitatif dikumpulkan dari laporan resmi penerimaan pajak yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan lembaga keuangan pada tahun 2024-2025, dengan fokus pada penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital. Selain itu, data tentang tingkat adopsi wajib pajak terhadap sistem perpajakan digital seperti e-filing diperoleh dari survei pemerintah.
Data kualitatif diperoleh melalui wawancara terstruktur dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan para pemangku kepentingan utama, termasuk pakar perpajakan, pelaku fintech, praktisi bisnis halal, dan otoritas regulasi. Analisis dokumen terhadap regulasi perpajakan terbaru, seperti PMK No. 37 Tahun 2025 dan PMK No. 50 Tahun 2025, juga dilakukan untuk menilai responsivitas dan kewajaran kebijakan.
Data kuantitatif dianalisis menggunakan teknik statistik, termasuk analisis regresi, untuk mengukur hubungan antara penerapan pajak digital dan kepatuhan wajib pajak. Sedangkan data kualitatif dianalisis secara tematik untuk menangkap wawasan mengenai tantangan yang dihadapi wajib pajak dan regulator dengan fokus pada aspek perilaku, teknologi, dan regulasi.
Dengan mengintegrasikan tren kuantitatif dan perspektif kualitatif, penelitian ini memberikan pemahaman komprehensif tentang kondisi perpajakan saat ini dan merumuskan rekomendasi kebijakan praktis guna meningkatkan kepatuhan pajak serta mengoptimalkan penerimaan negara di era ekonomi digital Indonesia yang berkembang pesat (Wijaya, 2025; Hasan & Nugroho, 2024; Sari et al., 2023).
Hasil Penelitian
Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga mencapai Rp34,91 triliun pada Maret 2025. Kontribusi terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp27,48 triliun, disusul oleh pajak kripto sebesar Rp1,2 triliun, pajak fintech P2P lending sebesar Rp3,28 triliun, dan pajak pengadaan pemerintah melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) sebesar Rp2,94 triliun (Dwi Astuti, Direktorat Jenderal Pajak, 2025). Selain itu, penggunaan layanan perpajakan digital seperti e-filing terus meningkat, dengan sekitar 75% wajib pajak memanfaatkan layanan ini, yang berkontribusi signifikan dalam menaikkan tingkat kepatuhan pajak.
Sistem perpajakan digital Coretax yang mulai diterapkan pada tahun 2025 menggantikan 19 sistem lama dengan satu platform terintegrasi, memudahkan pengelolaan berbasis risiko dan meningkatkan akurasi identifikasi perilaku wajib pajak. Meski sistem ini berpotensi mengoptimalkan penerimaan pajak, realisasinya hingga Juli 2025 menunjukkan pertumbuhan yang relatif lambat, yaitu 3,1% secara tahunan (year on year), dipengaruhi oleh proses migrasi sistem dan kondisi ekonomi yang fluktuatif (DJP, 2025).
Data kualitatif yang dikumpulkan melalui wawancara dan survei para pelaku usaha, pemangku kepentingan, dan wajib pajak mengungkapkan bahwa meskipun teknologi digital dapat meningkatkan efisiensi operasional perpajakan, terdapat kendala serius terkait literasi digital dan kepercayaan wajib pajak, khususnya pada UMKM dan sektor bisnis halal digital. Bisnis halal digital memerlukan kebijakan yang lebih fleksibel dan adaptif, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah yang spesifik, agar tidak menghambat kepatuhan pajak dan inovasi bisnis. Tuntutan akan peningkatan pemahaman sistem digital juga muncul sebagai kebutuhan utama bagi pelaku usaha di sektor ini (Wijaya, 2025; Hasan & Nugroho, 2024; Sari et al., 2023).
Pembahasan dari temuan ini menegaskan peran penting digitalisasi dalam meningkatkan transparansi, kecepatan, dan kepatuhan perpajakan nasional. Teknologi seperti artificial intelligence dan blockchain dianggap sebagai solusi utama dalam meningkatkan pengawasan dan mencegah potensi kecurangan. Namun, transisi ke sistem perpajakan digital modern bukan tanpa tantangan, seperti penyesuaian regulasi, kesiapan teknologi, serta literasi dan kepercayaan wajib pajak. Sektor bisnis halal digital membutuhkan pendekatan kebijakan khusus yang mengakomodasi karakteristik dan prinsip syariah agar tercipta sistem perpajakan yang inklusif dan berkeadilan (Wijaya, 2025; Hasan & Nugroho, 2024).
Studi ini memperkuat bahwa keberhasilan transformasi digital perpajakan bergantung pada sinergi antara regulasi adaptif, penguatan kapasitas wajib pajak melalui edukasi digital, serta pemanfaatan teknologi canggih untuk optimalisasi penerimaan dan kepatuhan fiskal di Indonesia.
Pembahasan
Pembahasan temuan penelitian ini menegaskan bahwa digitalisasi perpajakan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta mengoptimalkan penerimaan negara di era digital. Dalam konteks ini, teknologi mutakhir seperti artificial intelligence (AI) dan blockchain menjadi aspek kunci yang dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi risiko kecurangan dalam pelaporan pajak. Integrasi teknologi tersebut memungkinkan pengelolaan data secara lebih akurat serta pemantauan yang lebih efektif terhadap aktivitas ekonomi digital yang semakin kompleks (Hasan & Nugroho, 2024; Wijaya, 2025).
Namun, tantangan signifikan masih dihadapi dalam pelaksanaan transformasi digital ini. Salah satu hambatan utama adalah proses migrasi ke sistem perpajakan digital terintegrasi Coretax, yang menggantikan sistem lama dan memunculkan beberapa kendala teknis serta adaptasi bagi wajib pajak. Fenomena ini berkontribusi pada pertumbuhan penerimaan pajak secara umum yang masih relatif rendah sebesar 3,1% year on year sampai Juli 2025, terpengaruh oleh proses transisi dan kondisi ekonomi makro yang berfluktuasi (DJP, 2025). Selain itu, literasi digital yang belum merata dan kepercayaan wajib pajak, terutama di kalangan UMKM dan pelaku bisnis halal digital, masih menjadi hambatan besar terhadap kepatuhan pajak. Bisnis halal digital menghadapi kebutuhan khusus dalam hal regulasi yang lebih fleksibel dan sesuai dengan prinsip syariah agar dapat mendorong kepatuhan sekaligus mendukung inovasi di sektor tersebut (Sari et al., 2023).
Penelitian ini sejalan dengan teori transformasi digital dan pendekatan adaptif dalam regulasi yang mengedepankan fleksibilitas dan keberlanjutan kebijakan sebagai kunci keberhasilan sistem perpajakan modern. Adaptasi regulasi yang responsif terhadap karakteristik unik setiap sektor ekonomi digital sangat penting untuk menciptakan sistem yang inklusif dan adil. Rekomendasi utama penelitian ini meliputi upaya pengembangan kebijakan perpajakan yang adaptif, peningkatan edukasi dan literasi digital bagi wajib pajak, serta pemanfaatan maksimal teknologi digital dalam pengawasan dan pelayanan perpajakan (Wijaya, 2025; Hasan & Nugroho, 2024; Sari et al., 2023).
Dengan demikian, perpajakan digital tidak hanya menjadi alat untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menjadi instrumen untuk memperkuat tata kelola fiskal yang transparan dan akuntabel, mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan pentingnya framework kebijakan perpajakan adaptif yang responsif terhadap inovasi fintech, kripto, dan bisnis halal digital di Indonesia. Integrasi teknologi seperti kecerdasan buatan dan blockchain meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak. Penelitian ini mengedepankan pendekatan baru dengan fokus pada karakteristik bisnis halal berbasis prinsip syariah, yang belum banyak dibahas sebelumnya. Pendekatan mixed-methods memberikan gambaran komprehensif antara data kuantitatif dan perilaku wajib pajak. Temuan ini menyoroti kebutuhan regulasi yang fleksibel dan edukasi literasi digital untuk mendukung sistem perpajakan inklusif dan berkelanjutan di era digital, sebagai kontribusi baru dalam pengembangan kebijakan fiskal modern.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pajak. (2025). Laporan penerimaan pajak digital Indonesia hingga Maret 2025. https://www.pajak.go.id
Dwi Astuti, R. (2025). Transformasi sistem perpajakan digital Coretax dan pengaruhnya terhadap efisiensi pajak di Indonesia. Jurnal Administrasi Fiskal, 12(1), 103-120.
Hasan, M., & Nugroho, B. (2024). Pemanfaatan kecerdasan buatan dalam pengelolaan pajak digital. Jurnal Teknologi Keuangan, 8(2), 110-125.
Sari, P. A., Wijaya, R., & Lestari, T. (2023). Literasi digital dan pengaruhnya terhadap kepatuhan pajak UMKM. Jurnal Ekonomi dan Pajak, 15(3), 77-89.
Wijaya, A. (2025). Pengaruh digitalisasi terhadap kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Jurnal Perpajakan Indonesia, 10(1), 45-60.
Priyono, E. (2025). PMK 50/2025 dan Kaizen fiskal: Jalan baru pajak kripto yang berkeadilan. Direktorat Jenderal Pajak. https://www.pajak.go.id
Kizana, C. (2025). Pemerintah rilis aturan baru pajak kripto, Tokocrypto siap beradaptasi. ANTARA News. https://www.antaranews.com
Ahmad Dahlan, H. (2025). Efektivitas pajak perdagangan aset kripto terhadap kepatuhan wajib pajak: Studi di Indonesia. Taxaka Journal, 5(1), 58-72.

































