JAKARTA – Ketua Umum Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN), Advokat Ropaun Rambe, menegaskan bahwa keberadaan Mahkamah Desa dan Mahkamah Kelurahan merupakan perwujudan nyata dari The Living Law atau hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Mahkamah Kelurahan yang berlangsung berturut-turut di Kelurahan Pisangan Baru, Jakarta Timur (28 Oktober 2025) dan Kelurahan Kebon Kelapa, Jakarta Pusat (29 Oktober 2025).
Rambe mengutip Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 2 ayat (2) KUHP Nasional yang menyebutkan bahwa:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang ini.”
Menurut Ropaun Rambe, konsep “Hukum Ibu Pertiwi” sesungguhnya berakar di desa, tempat nilai-nilai adat dan kearifan lokal masih dijunjung tinggi oleh masyarakat.
“Hukum Ibu Pertiwi itu ada di desa. Dalam konstitusi disebutkan dengan jelas bahwa negara mengakui kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya. Karena itu, Mahkamah Desa dan Mahkamah Kelurahan adalah bentuk eksistensi hukum adat yang sesungguhnya,” ujarnya.
Rambe menjelaskan, Mahkamah Desa dan Kelurahan berfungsi tidak hanya sebagai lembaga penyelesaian sengketa hukum berbasis adat dan kearifan lokal, tetapi juga sebagai alat rekayasa sosial (a tool of social engineering) yang memperkuat struktur sosial serta budaya hukum masyarakat.
Lebih lanjut, ia mengutip teori hukum Lawrence M. Friedman yang menyatakan bahwa sistem hukum yang baik harus memenuhi tiga unsur utama: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.
“Ketiganya harus berjalan seimbang agar hukum tidak hanya menjadi teks di atas kertas, tetapi benar-benar hidup dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Di sinilah Mahkamah Desa dan Kelurahan memainkan peran penting sebagai penghubung antara hukum negara dan hukum adat,” jelasnya.
Ketua Umum PERADIN itu juga menegaskan bahwa gagasan Mahkamah Desa bukanlah konsep baru, melainkan kebangkitan kembali sistem hukum adat yang telah mengakar kuat dalam sejarah bangsa Indonesia, dan kini perlu dihidupkan kembali dalam konteks negara hukum modern.
“Sudah saatnya hukum adat diberi ruang yang lebih luas dalam sistem hukum nasional. Karena dari desa-lah akar hukum bangsa ini tumbuh dari nilai-nilai luhur masyarakat yang telah hidup jauh sebelum republik ini berdiri,” tutup Ropaun Rambe.



































