Jakarta — Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN) menyampaikan keprihatinan atas maraknya praktik advokat abal-abal yang mencoreng citra profesi hukum di Indonesia. Ketua Umum PERADIN, Ropaun Rambe, menegaskan bahwa menurunnya mutu profesi advokat disebabkan oleh lemahnya pengawasan, proses seleksi yang longgar, serta tumbuhnya berbagai organisasi advokat (OA) yang tidak memenuhi standar sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Belakangan, publik digemparkan dengan munculnya sejumlah kasus publik figur yang diduga menggunakan ijazah palsu demi bisa disumpah sebagai advokat. Fenomena ini, menurut Ropaun, menunjukkan adanya degradasi moral dan lemahnya sistem verifikasi terhadap calon advokat.
“Untuk menjadi advokat tidak bisa instan. Harus melalui pendidikan sarjana hukum yang sah, Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Ujian Profesi Advokat, dan proses magang. Kalau semua itu diabaikan, lahirlah advokat abal-abal dan sontoloyo,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia menjelaskan, tindakan oknum yang menempuh jalan pintas semacam itu tidak hanya melanggar etika, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap profesi hukum. Selain itu, banyaknya organisasi advokat yang muncul tanpa memperhatikan standar pendidikan dan rekrutmen turut memperburuk situasi.
“Sekarang banyak organisasi yang hanya berorientasi mencari uang dari PKPA, UPA dan sumpah advokat. Asal angkat advokat tanpa proses pembinaan yang memadai. Ini berbahaya bagi penegakan hukum,” tambahnya.
PERADIN, lanjut Ropaun, menyerukan kepada pemerintah dan Mahkamah Agung agar segera menertibkan organisasi advokat yang tidak memiliki legalitas dan kredibilitas sesuai ketentuan. Ia juga mendorong adanya pengawasan ketat terhadap lembaga pendidikan profesi dan proses pengangkatan advokat.
“Advokat adalah profesi mulia. Kalau kualitasnya terus menurun, maka yang dikorbankan bukan hanya profesinya, tapi juga Pencari Keadilan,” tutupnya.





































