Jakarta – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, Perusahaan Air Minum (PAM JAYA) harus menjadi badan Usaha daerah yang merdeka, berdaulat tidak ada intervensi oleh oligarki yang ingin meraup keuntungan atau berbisnis dengan rakyat jakarta. Berpuluh-puluh tahun PAM JAYA melakukan kerjasama dengan swasta pada akhirnya kontrak kerjasama itu diputus dan diberikan sepenuhnya kepada pemerintah DKI untuk mengelolah sendiri.
Namun, dimasa akhir jabatan Anis Baswedan justru melakukan kontrak kerjasama dengan PT.MOYA yang di sinyalir perusahan ini memiliki hubungan dengan Salim Grup. Kerja sama yang dilakukan dengan PT. MOYA ini tidak mendapatkan dampak apa apa kecuali mempersulit masyarakatnya Jakarta sendiri.
Kami yang berdiri dari Pemuda Pemerhati Kebijakan Publik, berharap dengan status PAM Jaya yang berubah menjadi Badan Usaha ini mampu memberikan kontribusi besar atas ketersediaan air bersih yang layak dan mampu menjangkau seluruh rakyat jakarta. Kami sangat menyayangkan kebijakan yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta yang tetap melakukan kerjasama dengan PT. MOYA. Kami menilai kebijakan ini adalah Prilaku pengkhianatan terhadap UUD 1945 dan rakyat Jakarta. Pemerintah yang semestinya memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat, justru dijadikan sebagai objek tidak dalam kegiatan bisnis.
Kata Torang sebagai ketua koordinator Pemuda Pemerhati Kebijakan Publik, Sejak Arief Nasrudin menjadi Direktur Utama dan memimpin PAM JAYA, BUMD PAM JAYA mengalami kemunduran khususnya dalam tata kelolah yang baik di tubuh BUMD. Kami menilai dalam kepemimpinannya tidak ada kebaruan dan inovasi yang cukup signifikan untuk mewujudkan Jakarta Bebas Air Bersih. Justru muncul Persolan-persoalan yang mempersulit masyarakat Ditengah-tengah ekonomi yang sulit, meningkatnya pengangguran, PHK dimana-mana, dan lemahnya daya beli masyarakat, justru PAM JAYA berencana untuk menaikkan tarif air di jakarta. Padahal PAM JAYA juga belum optimal dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat Jakarta khususnya dalam memperoleh Air Bersih, kemacetan air dan lain sebagainya.
“Arif Nasrudin sebagai Dirut PAM Jaya tidak melakukan inovasi yang kiranya dapat menguntungkan masyarakat justru di akhir-akhir ini banyak kebijakan yang di luar nalar masyarakat DKI. Yang seharusnya PAM Jaya itu membantu masyarakat dalam hal air bersih malah mempersulit masyarakat dengan menaikkan tarif” kata Torang
Kebijakan untuk menaikkan tarif air di Jakarta sangat merugikan masyarakat dan keberpihakan BUMD juga dipertanyakan.
Kami justru berharap, adanya perubahan Status PAM JAYA menjadi BUMD yang berdiri sendiri mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya.
Kehadiran BUMD PAM JAYA ini diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik/masyarakat jakarta tanpa pengecualian.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat diperlukan masyarakat. Pemerintah harus bisa hadir memastikan warga mendapatkan layanan air bersih dengan harga terjangkau atau tidak memberatkan, khususnya golongan warga tidak mampu.
Torang dalam wawancaranya menambahkan, Kami meminta kepada PJ Gubernur, DPRD Provinsi Jakarta untuk segera mencopot dan mengevaluasi Dirut PAM JAYA, Arief Nasrudin beserta kebijakannya. Dan kedepan untuk Gubernur yang telah dilantik agar segera melakukan evaluasi secara menyeluruh dibadan usaha milik Daerah Jakarta. Kami tidak ingin ada orang yang menduduki jabatan strategis di Pemprov DKI maupun di badan Usaha Daerah DKI Jakarta yang tidak bisa bekerja dan tidak bisa mengutamakan kepentingan masyarakat DKI Jakarta.
“Kami dengan tegas mengatakan kepada PJ Gubernur DKI untuk segera mencopot Arif Nasrudin dari Dirut PAM Jaya DKI karena tidak bisa bekerja dengan baik, dan tidak ada gebrakan baru dalam hal inovasi PAM Jaya yang kiranya membantu masyarakat DKI Jakarta” tegasnya
Sejauh ini kami banyak memberikan catatan yang harus diperhatikan sebagai bahan koreksi dalam kepemimpinan Direktur Utama PAM JAYA Arief Nasrudin diantaranya
1. Evaluasi Kerjasama dengan Swasta. Kerjasama PAM JAYA dengan PT MOYA, kami nilai syarat dengan kepentingan dan diduga memiliki keterkaitan dengan kelompok tertentu, menimbulkan pertanyaan terkait independensi dan keberpihakan pada kepentingan publik. Kontrak-kontrak semacam ini seharusnya dievaluasi dengan transparan untuk memastikan tidak ada kepentingan oligarki yang merugikan masyarakat.
2. Manajemen dan Kepemimpinan. Kepemimpinan Direktur Utama PAM JAYA Arief Nasrudin tidak bisa dijadikan sebagai leader untuk memimpin BUMD yang besar seperti PAM JAYA. Kami minta untuk mencopot Dirut PAM JAYA saat ini, dikarenakan kurangnya inovasi dan kemunduran dalam tata kelola, dan kedepan diperlukan evaluasi menyeluruh oleh Pemprov DKI. Pemimpin BUMD harus memiliki visi yang kuat untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, bukan sekadar menjalankan rutinitas.
3. Proyek Infrastruktur. Kegiatan Pemasangan 50.000 sambungan pipa baru hingga Desember 2024, meski bertujuan meningkatkan akses air bersih, banyak masyarakat yang mengeluh karena kurangnya perencanaan matang yang berdampak pada lalu lintas, dan minimnya komunikasi kepada masyarakat. Proyek besar seperti ini memerlukan koordinasi yang lebih baik untuk meminimalisir dampak negatif bagi publik.
4. Kenaikan Tarif Air. Rencana kenaikan tarif air pada tahun 2025, di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang lemah, menjadi kebijakan yang sensitif dan berpotensi menimbulkan penolakan luas. Sebelum menaikkan tarif, PAM JAYA seharusnya memastikan pelayanan dan distribusi air sudah maksimal serta transparansi dalam penentuan tarif.
5. Penegakan Hukum dan Pengawasan. Pihak berwenang seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK harus memastikan bahwa tidak ada praktik korupsi, penyalahgunaan anggaran, atau pengabaian prosedur dalam pelaksanaan proyek dan pengelolaan PAM JAYA yang sedang berjalan.