Selatan.news, Kediri – Mitos mengenai Kediri pada Kepala Negara bahwa siapapun Presiden Republik Indonesia yang mengunjungi Kediri, Jawa Timur bakal lengser dari jabatannya kembali menjadi perhatian publik ketika Sekretaris Kabinet Pramono Anung melarang Presiden Joko Widodo bertandang ke sana. Pramono khawatir Jokowi bernasib seperti Abdurrahman Wahid atau Gus Dur jika menginjakkan kaki ke Kediri.
Menanggapi hal itu, Caleg DPRD Dapil 5 Jakarta Timur dari Partai Ummat, Deddi Fasmadhy Satiadharmanto mengatakan apa yang dikatakan pejabat negara tersebut bagian dari kepercayaan masyarakat Kediri yang sudah mengakar sejak dahulu.
“idelanya sebagian masyarakat itu kan masih percaya dengan hal semacam itu, dan itu memang kepercayaan yang berakar jauh pada tradisi kita,” kata Defas panggilan Deddi yang juga Sekretaris DPD Partai Ummat Jakarta Timur,Kamis (11/1).
Sebaliknya menurut Defas dalam melihat mitos yang dipercaya masyarakat tersebut belum tentu sepenuhnya mengandung kebenaran. Sebab selama ini ia belum menemukan catatan sejarah atau kitab yang membenarkan Kediri sebagai kota kutukan bagi penguasa.
“Keseharian masyarakat, umumnya daerah pedesaan dan pedalaman, sangat berpegang dan mempercayai mitos mitos yang sudah ada sejak zaman dulu, yang kebanyakan hanya berdalilkan cerita-cerita dari orang dahulu saja, hal ini dapat membuat perilaku yang menjurus ke arah syirik seperti kepada roh-roh di pohon dan keris dengan mendewakan dan memberikan sesajen” ujar Defas.
Kaitan hal ini menurut Defas pada matan hadis berkenaan dengan mitos ini, di antaranya adalah hadis yang meniadakan adanya penyakit menular, meramal nasib dengan burung, burung hantu, bulan Shafar, ghul (hantu gentayangan), tiga hal yang membawa kesialan, ramalan bintang/zodiak, dan al-fa ‘l/tafa ‘ul .
“Ada baiknya percaya terhadap mitos-mitos tersebut pada syirik. Perlu kiranya membersihkan akidah umat Islam yang masih sangat berpegang dengan kepercayaan kepercayaan yang menjadi warisan turun temurun dan mengekar tentang mitos tersebut.” ujar Defas
Kepercayaan mitos ini berdasrkan literatur yang dipercaya memuat tentang kutukan tersebut adalah Babad Khadiri, sebuah manuskrip kuno yang menceritakan tentang kejayaan kerajaan Kediri, karangan Mas Ngabei Purbawidjaja. Namun, Defas kurang yakin betul kutukan itu dikisahkan di dalamnya.
“Kami belum pernah membacanya, Babad Khadiri seperti apa isinya terkait dengan kutukan itu. Tapi memang setahu saya seperti misalnya ramalan tentang Jayabaya, memang dalam kajian sejarah itu bersifat post-factum, jadi setelah kejadian barulah orang cari referensi masa lalunya,” pungkas defas.
Sejumlah Presiden RI yang lengser keprabon dikaitkan dengan kunjungan mereka ke tanah Kediri. Mulai dari Sukarno, BJ Habibie, dan Gus Dur. Sebagai catatan, Habibie tak kembali menjadi presiden setelah berakhir masa tugasnya karena memang tidak ikut konstestasi Pemilu 1999. Sementara Seoharto yang menjadi Presiden 32 tahun tak pernah menginjakkan kaki di Kediri namun tetap lengser pada 1998.
Meski begitu, mitos itu ‘terpatahkan’ oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang mengunjungi Kediri dua kali pada 2007 dan 2014 lalu.
“Saya kira kedatangan SBY ke kediri menjadi riil kebenaran, terbukti SBY dulu ke sana, ke Kediri pada saat Gunung Kelud meletus, datang ke pengungsian. Artinya kalau kita mengacu pada itu, ya tidak benar bahwa presiden yang datang ke Kediri itu otomatis akan lengser,” katanya.
Namun demikian, defas mengaku ia tetap menghargai budaya masyarakat yang begitu teguh berpegang pada kepercayaan yang ada di sekitarnya. Masyarakat Jawa juga punya alasan kuat hingga mempertahankan tradisinya.
“kepercayaan masyarakat itu timbul setelah kejadian ini kok kemudian lengser ya Presiden, ya orang kemudian jadi pembenaran dan kepercayaaan. Begitulah logika masyarakat kita, itu juga kita tidak bisa istilahnya membantah,” ujar Defas.
Soal dirinya sebagai politisi , defas kembali mengatakan bahwa dirinya malah mendekat ke kediri, karena ingin melanjutkan sekolah program S3 Doktor Studi Islam di IAIN Kediri, defas menutup pembicaraan.